Thursday, December 30, 2010

AFF Habis, Terus Apa?


Euforia sepak bola tiba2 melanda seluruh negeri. Tiba2, semua orang berbicara ttg bola. Ya, memang bukan bola secara keseluruhan (seperti membicarakan klub2 internasional yg sebenarnya tiap minggu ada yg maen) tapi hanya khusus mengenai timnas sepak bola kita yg performanya sedang bagus, sehingga bisa tembus ke final AFF suzuki cup. Seingat gw, euforia ini bermula terutama saat semi final Indonesia lawan Filipina. Ntah kenapa saat itu hampir semua stasiun tv kemudian seolah berlomba2 membuat liputan ttg timnas. Tidak hanya liputan resmi dari berita, bahkan infotainment sekalipun jg ikut2an latah (atau aji mumpung?) menayangkan liputan timnas.

Membosankan.

Bukannya gw ga nasionalis, bukannya gw ga mendukung perjuangan timnas (hey gw bela2in beli antena baru demi nonton final tau!), tapi gw merasa euforia masyarakat ini menggelikan. Kemana aja dulu waktu tim kita bertanding (kayanya pas penyisihan awal ga seheboh ini). Dan seingat gw, dulu pada event yg lebih bergengsi, piala Asia, euforianya tidak seperti ini. Padahal sempat lawan Korea segala loh (apa karena udah pasti kalah ya? :o). Sekarang tiba2 semua orang, tanpa pandang usia dan pekerjaan, pada latah ngikutin piala AFF ini. Pasar2 kaget dibanjiri kaos2 timnas berwarna merah, apalagi pedagang2 kagetan sekitar senayan, wuiih, rame bener jualannya (pengen padahal beli jaket yg murah disitu, denger2 cuman 40rb an :D). Yg jelas euforia ini sasaran empuk pasar pedagang lah.

Menurut gw, penyebab euforia ini paling utama disebabkan karena media. Siang malam media dgn gencarnya menayangkan siaran ttg timnas, ttg profil pemain dan keluarganya, ttg politisasi PSSI, dll. Untuk negeri ini, yg masyarakatnya sangat melek informasi (nonton tv melulu), jelas seperti disugesti pelan2 oleh media. Jelas menunjukkan betapa besarnya pengaruh media pada kehidupan rakyat negeri ini. Makanya ga heran sebagian media jg dimanfaatkan oleh kepentingan politik sekarang ini, karena memang terbukti berpengaruh besar dalam menarik simpati massa. Lalu penyebab kedua adalah pesona seorang Irfan Bachdim. Ya, Irfan, pemuda ganteng di antara pemaen2 laen yg (maaf) tampangnya biasa saja. Magnet kuat bagi para perempuan yg jg "lagi2" latah ikut2an meramaikan perhelatan juara. Dulu, mana adaaa... Mau nonton di GBK/stadion pasti males, karena potensi rusuh, tergencet2, panas, make up luntur, dll. Hehehe, lucu bukan? Ketiga, lawan di partai final, yakni "musuh" bebuyutan sebagian besar orang Indonesia, Malaysia. Partai final yg tentunya ga akan dilewatkan troll2 dunia maya, karena secara ga langsung ini pertarungan harga diri bangsa (yg ntah keberadaannya masih ada atau tidak), akibat perang dingin yg sedang dan masih berlangsung hingga sekarang antar kedua negara. Kebencian antar kedua kubu ini terlihat jelas, dari postingan2 twitter, postingan2 forum, status2 facebook, bahkan foto2 provokasi yg sering terpampang dimana2. Ga usah dibahas deh mengenai masalah perang dingin ini. Cape. Perang yg bodoh, ditanggapi jg secara bodoh, dan tidak pernah diselesaikan dgn elegan oleh pemerintah kedua negara.

Akhirnya fakta berbicara, tim negeri ini kalah hanya karena satu pertandingan saja. Catat, satu pertandingan saja, di antara sejumlah kemenangan lainnya. Dan kekalahan tsb telak terjadi di kandang lawan, di negara yg dihina2 sebagian orang. Kekalahan yg wajar, mengingat sebelumnya merekalah yg kita bantai habis2an di penyisihan, mengingat mereka bermain di kandang sendiri, mengingat permainan timnas yg tidak terlalu bagus malam itu. Di mata gw timnas Malaysia punya dua striker yg sangat tangguh. Kekalahan di Bukit Jalil tidak dipungkiri adalah kontribusi besar kedua striker tsb. Apalagi kalo gw boleh analisis pertandingan final, memang tim kita banyak membuat peluang, tapi peluang2 tsb bisa gw bilang peluang yg BIASA2 saja. Coba lihat dari sedikit peluang2 yg Malaysia ciptakan, sekali counter attack, namun langsung mengancam gawang. Dan akhirnya kita hanya bisa manyun melihat kegembiraan mereka mengangkat tropi kemenangan.

Dan kita, sibuk menyalahkan laser, menyalahkan Nurdin, menyalahkan Bakrie, dan kambing2 yg laen. Padahal, kasus laser jg terjadi di GBK kemaren (hanya saja ntah kenapa goal keeper Malaysia jarang di zoom, ditutup2i kah? :D). Untuk Nurdin, gw angkat tangan, gw ga tau ada apa dgn Nurdin. Lagpipula menurut gw penurunan Nurdin jg tidak membawa angin segar bagi PSSI, kalo rezim dan cara2 pembinaan yg lama dan usang masih dipertahankan. Sementara Bakrie, baiklah, ini boleh. Silakan, salahkan saja orang ini :) Yang miris (sekaligus lucu sebenernya) adalah, langkah kebanyakan troll2 internet, yg bodoh dan kurang etika, yg menyerang personal2 di timnas lawan, terutama sekali yg gw liat kebanyakan ttg pelatih Rajagopal. Bagus kawan troll, anda semakin menunjukkan kepada dunia kalo bangsa ini tidak beretika dan elegan sama sekali. Dan sudah pasti, ada aksi ada reaksi. Kebencian macam ini cuma memicu balasan kebencian lagi dari pihak tetangga. Dan akhirnya, perseteruan yg bodoh tiada akhirnya.

Turnamen sudah selesai. Lantas apa? Masihkah para fans dadakan mendukung persepakbolaan nasional nantinya seheboh kemarin (ga usah nonton sea games deh, nonton ISL aja dulu)? Masihkah para politikus kesiangan menaruh perhatian lebih bagi persepakbolaan nasional (tiket nonton saja kemaren gratis)? Yaaa, mudah2an. Mudah2an nanti kita ga perlu repot2 nasionalisasi pemain asing, karena udah punya pemain lokal yg handal (tuh kita punya banyak bibit muda juara turnamen eropa). Mudah2an nanti punya banyak lapangan bola kelas internasional, jadi ga cuma maen di GBK melulu. Mudah2an nanti make kaos klub lokal semembanggakan memakai kaos klub2 itali atau inggris (tapi maaf desainnya sekarang masih norak2 :p).

Yaaa... mudah2an...

Gambar boleh nyomot dari sini

No comments:

Post a Comment