Me, Graduation (again)

Setelah alasan yg cukup ok untuk pulang ke tanah air, yaitu wisuda, maka gw diperkenankan balik *sementara* ke Indo, untuk menghadiri wisuda. Yeaaaa... Bisa sahur pake nasi lagi :D

Karena wisuda, pastinya mama papa datang ke jakarta utk menyaksikan dan turut berbangga atas keberhasilan putranya (haiyah!). Kasian jg beliau berdua mesti empet2an tidur di kamar kosan gw yg ga terlalu besar itu. Belum lagi makan sahur yang serba terbatas, karena option di daerah situ cuman dua, kalo ga warteg, ya nasi padang. Tapi alhamdulillah, mereka senang2 aja, membuktikan kalo mama papa tidak berubah oleh kenyamanan hidup, tetap SURVIVOR! :D (Kalo ada ade gw, bisa laen ceritanya ini, hahahaha).

Wisudanya sendiri sabtu kemarin, di balairung UI yang tidak terlalu besar (kalo dibandingkan sama SABUGA nya ITB sih kelempar jauh). Sayang sekali, tempat duduk orang tua beberapa ada yg di luar ruangan, padahal gw yakin, mereka2 itu datang dari jauh2 ingin menyaksikan anaknya secara langsung. Tidak ada salam2an dan pemanggilan resmi dari universitas seperti yg pernah gw alami dulu saat S1 di ITB (ada sih, cuman pas GR doang). Padahal menurut gw, itu adalah momen yg ditunggu2, terutama oleh para orangtua wisudawan, karena disitulah kebanggaan dan keharuan bisa tersampaikan. Tapi hebatnya, papa menangis kemarin (itupun beliau cerita saat sudah di kosan). Ternyata memang ada kebanggaan luar biasa bagi setiap orangtua saat melihat anak yg dididik sedari kecil dengan segala keterbatasan ekonomi, mampu sampai pada jajaran pendidikan tinggi (master saja begitu apalagi gw jadi doktor ya?). Alhamdulillah, gw jg turut senang bisa membanggakan orangtua, terima kasih ya Allah atas segala sesuatunya. Mudah2an gw bisa terus menyenangkan dan membuat bangga orangtua gw sampai akhir hayat mereka.

Satu hal menarik jg terjadi saat persiapan wisuda sabtu kemarin. Seperti biasa, gw yg single ini memang ga bawa siapa2 (PW) ke acara. Teman2 yg laen (karena dah pada berumur) ya bawa suami atau istrinya lah (minimal PACAR) ke acara. But that's just fine, not a big problem for me. Tapi, hari itu, gw ketemu satu lagi bidadari yg membuat dunia lebih berwarna. Yup, sesama wisudawan (anak fakultas sebelah :D). Begitu anggun dan cantik, dengan wajah berpoles minimalis, dan sepatu hak tingginya. Ada banyak perempuan cantik hari itu, tapi sang bidadari tampil dengan cemerlangnya meninggalkan bekas tidak seperti yg lain. Gw tidak gampang tertarik dengan wanita, karena cantik saja tidaklah cukup. Dan dia termasuk salah satu (dari sekian) wanita yg mampu memicu ketertarikan alami gw. Kata temen2, dia jg curi2 pandang ke arah gerombolan kami (yg cekakak cekikik ngomongin dia). Gw sih ga usah ditanya, ga pake curi2, emang gw liatin mulu. Sayangnya, lagi2, ketertarikan tinggal ketertarikan. Terlalu banyak asumsi, analisis yg sedemikian rumit yg muncul di kepala. Akibatnya, kesempatan itu pun berlalu begitu saja. Goblok.

Mungkin gw memang perlu ikut pelatihan khusus utk meningkatkan nyali, hahahaha. Terlalu sering kejadian2 semacam ini terjadi. Padahal gw yakin gw punya kesempatan (pede mode: on). Apa karena gw dibesarkan utk menjadi pemikir? Sehingga terlalu banyak analisis yg muncul bahkan utk kasus sesimpel mendekati wanita. Hahaha, kita lihat saja ke depan. Yg jelas masalah ini harus di cari solusinya. Kata orang, "Saat kita berhenti mencari sesuatu, maka sesuatu itu akan datang sendiri ke kita". Kata2 ini baru aja gw baca di profilenya Jaime Ibarra, fotografer keren di DA. Hehehehe... susye penerapannye...