Friday, December 28, 2012

Death Is Just Another Start

19/10/2012

Kematian hanyalah bel yang berbunyi tanda ujian telah selesai. Perjalanan masih berlanjut.
15 September 2012. Saat itulah kematian menyapa gw. Papa, sosok lelaki panutan gw, telah kembali ke Penciptanya. Kematian begitu tenang menghampiri beliau, berbeda dengan masa2 kritis di ICU. Saat kritis, bernapas pun sangatlah susah, sampai2 harus dibantu dengan masker oksigen. Begitu susahnya, sampai2 kadang udara baru bisa terhirup setelah berusaha menghirup kesekian kalinya. Namun saat menjelang kematian, semuanya tampak tenang, setenang suasana subuh kala itu. Begitu pelan, tenang, dan tanpa jejak.
Sepanjang ingatan gw, saat2 seperti ini adalah saat yang gw khawatirkan, yang seringkali muncul menimbulkan pertanyaan, "mampu ga ya gw?". Bukan tidak siap melanjutkan hidup tanpa papa, tapi lebih kepada tidak siap menjalani prosesi kematian itu sendiri. Sebagai muslim, kewajiban keluarga, apalagi anak lelaki, termasuk memandikan, mengafani, mensolatkan, sampai menguburkan jenazah. Selama 28 tahun hidup, belum sekalipun gw bersentuhan dengan hal2 tersebut. 
Anehnya pada saat semua hal tersebut terjadi, tidak ada sedikit pun kekhawatiran tersebut terwujud. Semua berjalan dengan sangat lancar. Semua gw handle dengan baik, mulai dari menemani jenazah papa di ambulans, memandikan, mengafani, mengangkat tandu jenazah, sampai masuk ke liang kubur untuk mengatur posisi jenazah dan mengumandangkan adzan. Alhamdulillah, Allah memberikan kekuatan dan jalan yang baik. 
Satu dari beberapa hal yg gw sadari selama proses ini, ada begitu banyak orang baik di sekitar papa. Selama sakitnya, papa pernah curhat, betapa kecewanya beliau karena merasa ditinggalkan. Kawan dekat dan saudara dekatnya ternyata malah sedikit mengacuhkan dirinya yang sedang sakit. Padahal seingat gw, papa adalah orang yang sangat solider, ringan tangan untuk membantu, terutama kawan2 dekatnya dan keluarganya. Itulah hidup, dimana bukan kita yg mengatur, Allah lah Sang Pengatur, dimana harapan belum tentu menjadi kenyataan. Namun di samping itu, Allah pula yg mendatangkan kawan2 baru, yg sedemikian baik dan perhatiannya kepada keluarga kami. Bantuan datang dari mana2, tanpa kami minta (semoga Allah membalasnya dengan balasan yang lebih baik). Hal itu pula yang semakin menunjukkan bahwa Allah tidak meninggalkan orang2 baik :)
Ada banyak kenangan manis bersama papa sebenarnya, namun hanya dua hal yang masih segar dalam ingatan. Pertama, saat gw, papa dan mama makan malam keluar bersama (sepertinya itu yg terakhir kalinya). Papa ingin sekali makan masakan Padang, secara karena sakitnya, beliau susah sekali untuk menikmati rasa makanan. Akhirnya kami pun pergi ke sebuah rumah makan yg cukup terkenal, dan akhirnya open table. Open table disini dalam arti seluruh masakan disajikan, seperti umumnya yg ditawarkan rumah makan padang. Kenapa berkesan? Karena dalam sakitnya, baru kali tersebut gw lihat papa makan dengan lahapnya, sampai beberapa kali mengambil tambahan lauk. Senang rasanya bisa membuat beliau senang. Momen kedua, lagi2 bersinggungan dengan makanan, saat kami berdua jalan mencari air minum kemasan untuk acara di rumah. Tiba2 beliau memesan rujak di pinggir jalan, ngidam rupanya, hehehe. Dan di sepanjang perjalanan, dia sibuk mendengarkan cerita pedekate gw kepada seorang perempuan (yg ini ga perlu diceritakan lah ya). Hal ini tidak biasa, sebab biasanya gw ga cerita hal2 menyek2 begini ke papa. Menarik melihat reaksinya, saran2nya, selama perjalanan. Lagi, itu sepertinya momen kedekatan terakhir kami berdua. Sudah biasa memang, gw dan papa saling cerita, curhat, menasehati (tentu ini porsinya papa), namun karena itu momen terakhir, maka paling nyantol di ingatan. 
Mama luar biasa tegar, meskipun seringkali orang2 menyangsikannya. But i know my mom more than you do, She's a superwoman. Kesedihan mendalam hanya tampak di saat papa kritis, namun setelah kematian datang, justru ketegaran dan kesabaran yg gw lihat jelas. Sama seperti halnya yg terjadi di diri gw, saat papa kritis setiap saat adalah kesedihan dan rasa kasihan, kasihan kepada papa yg sedang bertarung melawan rasa sakit. Namun setelah kematian datang, yg tersisa adalah kekuatan, kekuatan untuk melanjutkan hidup. Beberapa poin yg sempat papa ingatkan kepada gw sebelum beliau kritis adalah mengenai kejujuran, berbakti kepada mama, dan selalu ingat keluarga. 3 dari sekian hal lain yg memang gw liat papa aplikasikan di dalam hidupnya dengan serius. Insya Allah akan gw jalankan semuanya sebaik2nya. 
Selamat jalan pah...
Sampai bertemu lagi di dunia yang berbeda...
Di dunia tempat segalanya dipertanggungjawabkan...
Di dunia yang lebih nyata.

Thursday, December 27, 2012

Note from March, Part Deux

Another note from March, just blabbering about some shits :D

5/9/2012

Traveling.
Sampai saat ini subjek di atas sering gw tempatkan di bagian “interest” kalo ngisi data pribadi di social network. Agak menipu sebenernya kalo gw bilang gw cinta travelling. Selama ini jalan-jalan menarik yang pernah gw lakukan toh juga karena kerjaan. Atau at least jalan-jalan bareng keluarga dan teman. Tapi memang, gw akui gw sangat menikmati travelling. I can lost for hours wondering some new streets, searching for popular sites, or just sitting in the corner of a park and watching the people and culture.
Mungkin kesenangan berjalan-jalan ini dimulai dari sejak gw kecil. Papa lumayan sering ngajak anak2nya liburan keluar kota, terutama ke pulau Jawa. Hampir semua sarana transportasi saat itu sudah gw coba. Naik pesawat, kapal penumpang, kereta, bus umum, dokar/andong, bahkan naik mobil keliling Jawa jg sudah gw jabanin. Sayangnya keluarga gw itu ga melek dokumentasi, jadi bisa dibilang gw ga punya bukti banyak tentang jejak2 traveling itu.
Dulu sewaktu sekolah, kendala terbesar adalah uang. Namun setelah bekerja, kendala utama adalah waktu. Jatah cuti yang hanya 2 minggu dalam setahun terlalu sedikit. Belum lagi kendala pola pikir. Berat keluar dari zona nyaman jg jadi masalah besar loh. Padahal setelah bekerja tentu dana hanya menjadi masalah kecil, karena paling tidak gw bisa sedikit menabung untuk dana travelling. Makanya, saat masih bekerja di Jakarta, gw sangat menikmati tugas2 keluar. Kemana aja ayo. Nginap dibayar, uang makan ada, apa lagi? Tugas kantor selesai, berarti waktu jalan2 dimulai.
Sekarang traveling sedang menjadi tren. Ntah kapan dimulai, tiba2 semua orang begitu gandrungnya jalan2. Sama seperti tren kamera, gadget, dan menyelam (ya, bahkan menyelam pun sekarang menjadi tren), traveling seolah2 jadi menu wajib bagi siapa saja saat ini. Backpacker, istilah baru untuk para traveler bermodal cekak, dana minim tapi pengen jalan2 JBuku-buku tentang tujuan wisata dan serba-serbinya dijual dimana-mana, dan peminatnya membludak. Ada banyak tipe buku semacam ini, mulai dari detil perjalanan, tempat tujuan wisata, itinerary, sampe bahkan blog atau catatan si traveler pun dibukukan.
Alasan setiap orang melakukan traveling pasti berbeda-beda. Ada yang memang cinta mati ama traveling, pagi siang malam ga jauh pikirannya tentang jadwal pesawat murah, ada yang emang pengen kabur dari kejenuhan hidup, ada juga yang sekedar ingin eksis dan tampil memamerkan kemampuannya traveling kemana-mana. Dan gw rasa jenis terakhir inilah yang jumlahnya paling besar. Coba kita lihat, jenis2 terakhir ini biasanya paling aktif memposting foto2 liburannya di social network. Nah sekarang hitung berapa temen2 kita yang kelakuannya kaya gitu. Banyak jg ya? Ya, gw akui, gw jg termasuk disini J. Sadar atau tidak, manusia memang perlu pengakuan dari sesamanya. Untuk kasus traveling ini, tentu pengakuan dari teman sekitar, “wah keren jg lo dah nyemplung di Wakatobi” atau “anjir, foto lo di Westminster Abbey keren banget bro” atau “man, kapan2 ajak2 gw ya kalo jalan ke Bali lagi”. Semuanya adalah tendensi untuk meminta pengakuan, pujian, bahkan secara ga sadar membuat kita bernilai lebih dari mereka. 
Sayang banget kalo uang yang kita keluarkan demi jalan2 itu, hanya berakhir dengan tujuan “pengakuan”. Lebih2 lagi, sekedar numpang eksis. Traveling can be so much more than that. Membuka wawasan, belajar tentang budaya lain, persahabatan, and the most important for me: trying to understand that we’re not the only human in this world. Bumi Allah ini sangat luas, dan kita bukan satu2nya penghuni yang berhak atas semuanya.  Dunia ini terlalu luas bagi kita untuk menjadi sombong. Banyak hal yang kita tidak tahu, dan banyak hal yang kita tidak mengerti, dan semuanya itu ga akan bisa kita sadari kalo kita hanya berhenti di tempat, tidak bergerak kemana-mana.

PS: out of context from this blast from the past note, saat ini sedang excited dengan kamera baru, Fuji X10,setelah dengan amat sangat menggerutu nenteng D80 kemana-mana selama di Roma, so kamera yg ramping dikit is desperately needed. And also super excited and terified at the same time untuk pergi liburan (lagi) ke Barcelona sabtu ini... maaan..

Note from March

A promised, this is one of my notes on March I guess...


5/2/2012

Well it’s been a long time since I wrote here J. Couple things change. I’m not living in Jakarta anymore, not working in Baker anymore. I’m moving to Balikpapan, working at Total now. Have nice new friends, and, well, let say, new life.
Jakarta terlalu menyesakkan buat gw. Kemacetan, kerasnya pergaulan, stres. Kayanya tiga hal itu yang menjadi faktor utama kenapa gw merasa tidak nyaman dan sangat berniat meninggalkan kota Jakarta. Tentu, ada banyak hal yang indah di Jakarta. For sure, I’m gonna miss those malls, semua gadis super terawat yang berseliweran di dalamnya, teman-teman lama gw, dan berbagai pilihan aktivitas yang beragam dan masa kini. Wajar, Jakarta ibukota negeri ini, semua fasilitas lengkap tersedia. Tapi, toh pada akhirnya semua itu tidak cukup membuat gw betah tinggal disana.
Until this very moment, I still can’t imagine how I’m supposed to live, if I stay in Jakarta. Seandainya gw mampu beli rumah suatu saat nanti, dengan perkiraan kemampuan beli, rumahnya sudah pasti jauh dari tempat beraktivitas. So waktu sudah pasti jadi musuh. Di perjalanan, kemacetan dan seluruh dinamika kehidupan di dalamnya pasti jadi makanan sehari2. Waktu gw mungkin hanya habis di jalan. That’s just too much for living in the so called “kota metropolitan”. Terlalu banyak yang dikorbankan, korban diri sendiri, korban keluarga, mungkin anak menjadi kurang perhatian, apalagi istri (kurang jamahan :D).
Balikpapan adalah salah satu dari sekian jawaban. Kota yang tidak terlalu besar, tapi cukup apik tertata. Silakan mengatakan selamat tinggal kepada kemacetan, karena semacet2nya jalan disini, paling cuma membuat lo telat ke citos 10 menit, asumsi pergi dari simpang cilandak J. Tempat makan enak banyak, mall meski tidak banyak jumlahnya namun cukup lah menurut gw. Cineplex juga ada, film2nya pun juga sangat up to date, ga kalah dengan premier di kota2 besar lain. So that’s it. Alasan-alasan itu aja sudah cukup membuat gw bertahan di Jakarta sampai beberapa saat yang lalu, apalagi hanya untuk bertahan di Balikpapan. Belum lagi faktor keluarga, I can visit my parents even more often now, since its only 2.5 hours from here!
Pada akhirnya, gw salut kepada kawan-kawan yang masih betah dan rela hidup di Jakarta dengan segala kesulitannya. Butuh kesabaran, energi dan ketangguhan ekstra untuk bertahan. Tapi kawan, dari hati yg paling dalam, gw terpaksa mengundang untuk bertanya, is that really worth it? Seandainya kalian juga setuju dengan gw, maka percayalah bumi Allah ini luas, rejeki tinggal dijemput dengan berusaha. Jadi jangan takut untuk berkelana. Kesempatan itu tidak harus selalu ditunggu, tapi juga harus dicari. Mudah2an jalan terbaik selalu diberikan oleh-Nya untuk kita semua.

Monday, December 17, 2012

For My Self in the Future

Hi you, who ever read these shits I wrote. I just realized that by any chances, I'm the only one reading this blog :) It doesnt matter anyway, my writing so far is also act as reminder for my very own. Crazy, but I like to read my own stories. Memories, too sweet to be forgotten. Or it just my brain that have memory problem, so I feel like I need to write every single damn thing.

So from now on, I dedicate this blog for my future self. Happy reading Gadang :D

Anyway, its been months (or near a year??) since I wrote something. Many things happened. Sad and joy just came back and forth. Moved from Jakarta, meet new friends, my beloved Dad passed away, living with my Mom, and the recent, my trip to Europe for the second time. So many things to be posted, yet I just didn't have time and..... INTERNET CONNECTION!

No worries, I still make some notes, it is just not published yet. They're still in pieces as text memo, word doc, notepad files. Not in details of course, cause I write when I just feel like it. Hopefully in the following days I will publish them, now I have a little bit time and connection.

So stay tune, be safe, don't stop dreaming (now it sounds like a typical motivation blog mixed with AIDS advertising)...